Malaka
merupakan kota pelabuhan terpenting di Asia Tenggara karena menjadi tempat bertemu para pedagang
dari Gujarat, Koromandel, Pegu, dan para pedagang yang berasal dari Jawa serta
Indonesia timur (Maluku dan sekitarnya). Pedagang dari Sumatra membawa kapur
barus, lada, gading, kayu cendana,
sedangkan para pedagang dari Jawa mengambil
rempah-rempah (cengkeh, pala, lada) dari Maluku untuk diperdagangkan di Malaka.
Lada merupakan ekspor terpenting di bagian Indonesia Barat. Menurut perkiraan
Tome Pires, Pasai menghasilkan 8.000 sampai 10.000 bahar dalam setahun. Jumlah
lada yang dihasilkan itu pun bisa meningkat ketika sedang panen besar.
Para pedagang yang berasal dari Nusantara tidak perlu susah payah berlayar
ke arah utara menuju Cina atau berlayar ke barat menuju India untuk menjual barang dagangannya. Para pedagang ini sudah bisa memperoleh
komoditas perdagangan yang mereka inginkan di Malaka. Mereka
bisa membeli kain pelikat dari
Koromandel, minyak wangi dari Persia, kain sutra, perhiasan, serta barang-barang kerajinan porselen dari Cina. Sementara itu, para pedagang dari
Cina dan India juga bisa
membeli komoditas perdagangan dari Nusantara
di Malaka. Hal yang demikian ini
menjadikan para pedagang dapat menghemat waktu dan tenaganya.
Aceh
Setelah
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, daerah-daerah di Sumatra yang
berada dalam pengaruh Malaka mulai berangsur-angsur melepaskan diri. Hal ini
menguntungkan Aceh yang kemudian tumbuh menjadi kerajaan besar dan makmur, terutama ketika masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda. Komoditas
perdagangan yang cukup terkenal dari Aceh adalah lada.
Jawa
Jawa
mempunyai sederet gunung berapi yang berjajar dari barat ke timur di sepanjang
pulau. Gunung-gunung tersebut memberi kontribusi bagi kesuburan tanah, sehingga pulau Jawa sangat
cocok untuk daerah pertanian. Salah satu hasil pertanian dari pulau Jawa yang
terkenal adalah beras.
Pulau Jawa merupakan penghasil beras terbesar di Asia Tenggara sampai abad XIX.
Berkembangnya
pusat pelabuhan di pesisir utara Jawa
seperti Demak, Jepara, Gresik, dan Tuban ternyata
sanggup menciptakan jalur rantai perdagangan dan
pelayaran yang ramai. Demak menguasai daerah padi bagian utara dari Jepara ke Gresik dan tumbuh menjadi
kaya karena perdagangan di kedua pelabuhan itu. Melalui Jepara, beras jawa diekspor ke Malaka, sedangkan melalui Gresik, beras dijual ke Nusantara bagian timur.
Gresik memang sudah menjadi salah satu pelabuhan utama dan kota dagang
yang cukup penting sejak abad XIV. Gresik
merupakan tempat tempat persinggahan
kapal-kapal dari Maluku sebelum menuju ke Sumatra dan daratan Asia (termasuk India dan Cina. Sebagai
pelabuhan dagang, Gresik pernah disinggahi kapal-kapal dagang dari Gujarat,
Calicut, Bagelan, Siam, Cina, Liu-kiu, Maluku serta Banda. Komoditas perdagangan yang paling banyak dicari di Gresik adalah
kain tenun.
Sementara itu, Tuban sebagai kota pelabuhan menampung
barang-barang lokal dari wilayah pedalaman dan menampung barang-barang impor
yang bernilai tinggi dari wilayah luar. Penduduk setempat memperdagangkan
barang-barang seperti lada, bermacam-macam jenis burung, tulang penyu, cula
badak, gading, mutiara, kayu cendana, rempah-rempah, kapur barus, dan sulfur.
Barang-barang komoditi lainya yang juga diperjual belikan meliputi
barang-barang yang terbuat dari tembaga, emas, perak, berbagai macam piring
dari emas dan perak, kain damas, serta barang-barang pecah-belah dari porselen.
Pada tahun 1568, muncul
negara baru yang bernama kesultanan Banten. Daerah kekuasan kesultanan ini mencakup seluruh ujung barat
pulau Jawa dengan komoditas utamanya berupa
merica. Banten menjadi
pelabuhan utama untuk komoditas merica
yang berkualitas ekspor.
Makassar
Sejak
zaman Dinasti Ming (1368-1644), hubungan antara Cina dengan Nusantara mulai meningkat. Kapal-kapal dagang Cina banyak berlayar ke wilayah
Nusantara, termasuk ke laut Sulawesi. Pelabuhan yang cukup ramai di
sekitaran laut Sulawesi adalah Makassar. Makassar dijadikan sebagai tempat pemasaran produk-produk laut
dari Cina setelah Makassar membuka pelabuhannya secara resmi kepada pedagang
Cina pada tahun 1736.
Produk-produk yang dimaksud meliputi teripang, sisik penyu, agar-agar, dan
kerang.
Pada awal abad XVII setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, Makasar menjadi bandar niaga
yang terpenting. Munculnya Makassar menjadi bandar niaga terpenting ini juga didorong oleh peranan yang
dimainkan oleh pelaut-pelaut Makasar dan Bugis dalam dunia pelayaran dan perdagangan
rempah-rempah.
Ternate dan Tidore
Ternate
dan Tidore adalah penghasil cengkeh yang banyak dikunjungi oleh pedagang. Ramainya kunjungan para pedagang ke Ternate dan Tidore
ini pada dasarnya disebabkan karena cengkeh hanya dapat
ditanam di Maluku Utara, termasuk
Ternate dan Tidore.
Pulau Banda
Pulau Banda banyak mengimpor kain dan tenunan halus
dari negeri-negeri Asia di sebelah barat yang dibawa oleh kapal-kapal
Portugis. Tenunan halus banyak diminati oleh para kaum bangsawan.
Tenunan-tenunan kasar juga
laku di Banda karena bisa ditukar kepada pedagang Halmahera dan Irian yang
membawa sagu dan rempah-rempah. Sagu tidak hanya merupakan makanan pokok
masyarakat Maluku. Berdasarkan
catatan Tome Pires, sagu dianggap sebagai alat bayaran yang bernilai penting.
Pala dan cengkeh yang merupakan komoditas perdagangan penting juga ditanam di
Banda. Harga pala sangat tinggi pada tahun 1600-an, mencapai 6.000 sampai 7.000
bahar, sementara bunga pala mencapai angka 500 bahar.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon