Pengertian dan Ciri-ciri Historiografi Tradisional


A. Definisi 
Dari sudut etimologis, historiografi semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu historia dan grafein. Historia berarti penyelidikan tentang gejala alam fisik, sedangkan kata grafein berarti gambaran, lukisan, tulisan atau uraian (discription). Dengan demikian, secara harafiah, historiografi dapat diartikan sebagai suatu usaha mengenai penelitian ilmiah yang cenderung menjurus pada tindakan manusia di masa lampau. Historiografi dapat juga diartikan sebagai rekonstrukti yang imajinatif daripada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses.

Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan, baik pada zaman Hindu-Budha maupun pada zaman Islam. Hasil tulisan sejarah dari masa ini sering disebut sebagai naskah. Dalam historiografi tradisional, penulisannya tidak bertujuan untuk mengungkap fakta dan kebenaran sejarah. Historiografi tradisional didominasi oleh lingkungan keraton. Para Raja mempunyai kepentingan untuk melegitimasi kekuasaan dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Historiografi tradisional bersifat etnosentris (kedaerahan), istanasentris (lingkungan keraton), dan magis religius (dilandasi unsur magis dan kepercayaan). Oleh karena itu, hasil historiografi tradisional selain dalam bentuk sejarah ada pula dalam bentuk sastra, babad, kronik, dan lain sebagainya. Dalam historiografi tradisional, tokoh sejarahnya sering dihubungkan dengan tokoh populer zaman dahulu. Bahkan, dengan tokoh yang ada dalam mitos maupun legenda sekalipun. Hal ini dimaksudkan untuk mengukuhkan dan melegitimasi kekuasaan. Contohnya, dalam kitab Negarakertagama, Ken Arok (Raja Singhasari pertama) dianggap sebagai anak Dewa Brahma. Dalam Babad Tanah Jawa, disebutkan pula bahwa raja Mataram Islam pertama merupakan keturunan dari para Nabi. Bahkan, raja-raja Mataram diduga mempunyai  hubungan dengan Nyi Roro Kidul penguasa pantai selatan.

B. Ciri-ciri
Historiografi tradisional memiliki ciri sebagai berikut:
1. Sering terjadi kesalahan dalam penempatan waktu.
2. Penulisan selalu bersifat kedaerahan. Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu.
3. Penulisannya bersifat istana sentris, yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja.
4. Memiliki subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan
atas permintaan sang raja.
5. Bersifat melegitimasi suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis (tidak cocok)
.
6. Cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menunjukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.
7. Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam genealogi (silsilah), tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis.
8. Pada umumnya tidak disusun secara ilmiah, tetapi seringkali data-datanya bercampur dengan mitos.
9. Sumber-sumber datanya sulit untuk ditelusuri kembali, bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan.
10. Dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat di tempat naskah tersebut ditulis, sehingga merupakan hasil kebudayaan bersama dari suatu masyarakat.
Latest
Previous
Next Post »

12 komentar

Write komentar
12 Oktober 2016 pukul 10.20 delete

:)

Terima kasih atas kunjungannya.

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
5 November 2017 pukul 05.13 delete

Kalau penyebaran agama islam masuk psikopolitis atau religiomagis ya???

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
5 November 2017 pukul 05.13 delete

Kalau penyebaran agama islam masuk psikopolitis atau religiomagis ya???

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
13 November 2018 pukul 06.02 delete

Artikel yg Sangat membantu.. terutama bagi siswa SMA kls 1

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
17 September 2019 pukul 20.49 delete

Terima kasih jawaban nya

Reply
avatar
Anak Pak Yoni
AUTHOR
22 April 2020 pukul 00.17 delete

Terima kasih bapakku, anakmu udah pinter sekarang dan ninggalin bapak dirumah sendirian, maaf ya pak tapi aku harus menempuh jalan sendiri.

Reply
avatar