Sejarah Selandia Baru


Suku Maori merupakan penduduk pertama di Selandia Baru. Suku Maori menggantungkan hidupnya dengan berburu (pada tingkat awal) dan bertani (pada tingkat lanjut). Suku Maori dikenal memiliki budaya yang tinggi. Mereka mahir membuat pahatan dan ukiran kayu. Pada tahun 1642, perusahaan dagang Hindia Timur Belanda (VOC) mengirimkan dua kapalnya yang dipimpin oleh Abel Johnzoon Tasman untuk berlayar menuju daerah selatan yang belum dikenal. Misinya adalah “menemukan dan mengeksplorasi wilayah timur dan selatan yang mungkin memiliki kekayaan”. Pada bulan Desember 1642, Abel Tasman melihat sebuah pulau dan memetakannya. Abel Tasman menyebut pulai tersebut dengan nama Staaten Land. Pemerintah Belanda kemudian menamai pulau ini dengan sebutan Nieuw Zeeland.

Setelah sampai di Nieuw Zeeland, Abel Tasman segera mengadakan kontak dengan orang Maori. Usaha Abel Tasman tersebut pada akhirnya mengalami kegagalan karena awak kapal Abel Tasman dibunuh orang Maori. Abel Tasman kemudian memutuskan untuk meneruskan pelayarannya dan membiarkan Selandia Baru hingga tidak tersentuh penjelajah lain selama kurang lebih satu abad, sampai pada akhirnya, di tahun 1769, seorang pelaut dan navigator ulung yang bernama James Cook mendarat di Selandia Baru. James Cook berlayar mengelilingi kepulauan Selandia Baru dan memetakannya dengan ketepatan yang luar biasa. Sir Joseph Bank yang ikut dalam rombongan James Cook di kapalnya mencatat berbagai informasi tentang kehidupan tanaman dan satwa di Selandia Baru. Pada awalnya James Cook dan awak kapalnya cemas terhadap orang Maori. Namun, setelah berbagai pertemuan awal yang menegangkan, Cook berhasil membina hubungan baik dengan orang Maori.

Sejak saat itulah, gelombang-gelombang pemukim dari Eropa terus berdatangan ke Selandia Baru. Menjelang tahun 1840, suatu perjanjian ditandangani dengan kepala suku Maori di Waitanga (pulau utara). Isi perjanjian itu pada intinya menyakatan bahwa orang Maori mengakui ratu Victoria sebagai penguasa mereka dan berhak memperoleh jaminan hak-hak kekayan. Selain itu, Orang Maori juga setuju untuk menjual lahan mereka hanya kepada Inggris saja.

Lama kelamaan, Selandia Baru terus mengalami perkembangan yang pesat. Wilayah perbukitan yang terbuka di pulau selatan merupakan tempat yang ideal bagi penggembalaan biri-biri. Para peternak biri-biri dengan segera dapat mengirim wolnya ke Australia dan Inggris. Berbagai tanaman padi-padian khususnya gandum dan jemawut juga banyak ditanam di pulau selatan. Pada tahun 1860-an, emas juga ditemukan di daerah ini.

Sementara itu, di pulau utara juga terdapat banyak kemajuan. Pulau ini menjadi tempat pengembangan industri sapi perah. Segala jenis sayuran juga ditanam. Meskipun demikian, dikarenakan pengembangan pulau utara masih bergantung pada pembebasan lahan orang Maori, maka pemukiman dan pertanian di pulau utara cenderung masih berukuran kecil. Gema peperangan kemudian mulai hangat di pulau utara. Pada saat makin banyaknya pemukim yang berdatangan ke pulau utara, tekanan terhadap suku Maori juga semakin banyak. Meskipun terdapat perjanjian Waitangi, pada tahun 1860, pertikaian tanah ini berkembang menjadi perang terbuka. Konflik tersebut terus berlanjut hingga menjelang tahun 1872, perang ini selesai.

Kembalinya suasana damai membuat pemerintah dapat memusatkan perhatiannya untuk menarik lebih banyak pemukim. Pemerintah kemudian membangun sarana jalan dan jaringan kereta api yang tersebar rata di Selandia Baru. Kabel telegraf yang menghubungkan daerah-daerah terpencil di Selandia Baru membuat hubungan kedua pulau (utara dan selatan) semakin kokoh. Inggris juga telah mendirikan berbagai kota dan memberikan otoritas pemerintahan sendiri terhadap Selandia Baru (hingga pada akhirnya, di tahun 1907, Selandia Baru memperoleh status dominion dari Inggris). 

Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, Selandia Baru mengalami masa kejayaan dengan ekspor yang menjamin ekonomi negara. Sejak saat itulah, program-program kesejahteraan termasuk santunan pengangguran, pensiun hari tua, ganti rugi buruh, dan asuransi kesehatan dilaksanakan. Secara bertahap, pendidikan menjadi gratis dan wajib. Selama periode ini pula, pemerintah juga mengajak orang Maori untuk aktif berpartisipasi dalam kehidupan bernegara, sehingga hubungan antara pemukim lama dengan pemukim baru tersebut berlangsung dengan baik hingga sekarang.
Previous
Next Post »