Sejarah Kerajaan Makassar

 
Pencatatan sejarah di Makassar dimulai pada waktu kelahiran raja Gowa Tunijalok (1545 M); kemudian disusul Karaeng Matoaya tahun 1573; penerimaan Islam oleh dua kerajaan kembar Gowa-Tallo (1605) yang dipandang sebagai titik kebangkitan Makassar; dan pelaksanaan sholat Jumat pertama kali di Tallo pada tanggal 9 November 1607. Sementara itu, peristiwa yang terjadi di luar teritori Kerajaan mulai dicatat ketika Belanda mendirikan VOC di Amsterdam pada tanggal 2 Maret 1602; persiapan pembuatan perahu perang galei orang Portugis pada hari Rabu, tanggal 23 Maret 1620.


Sementara itu, riwayat awal tentang hubungan Makassar dengan dunia luar pertama kali diberitakan oleh sumber-sumber Portugis. Pemberitaan pertama, dalam kurun waktu 1512-1513 yang berasal dari laporan perjalanan Tome Pires yang berjudul The Suma Oriental. Dalam tulisannya tersebut, Tome Pires memperkenalkan Makassar di dunia barat sebagai Macacar.

Pemberitahuan kedua, catatan Portugis mengenai Sulawesi sekitar tahun 1540, menunjukkan bahwa pada waktu itu terdapat suatu kerajaan besar, yaitu kerajaan Siang (Pangkajene) yang terletak 50 km utara Makassar. Kerajaan ini menjalankan kekuasaan atas Gowa serta masih merupakan pusat perdagangan yang sangat penting di pantai barat semenanjung Sulawesi barat daya.

Pemberitahuan ketiga, adalah catatan Antonio de Paiva yang ditulis pada bulan November 1545. Selama lawatannya, Paiva mendengar rencana Gowa untuk mnguasai kembali sumber-sumber potensial yang selama ini berada di bawah pengaruh kerajaan Siang. Hal ini baru tersusun setelah kekuasaan Tumapari’si Kallonna dan penggantinya, Tunipallangga (1548-1566) berjalan. Sekitar tahun 1560-an, berdirilah sebuah aliansi Gowa Tallo yang dibangun atas dasar kepentingan bersama untuk membentuk formasi negara Makassar dalam satu kekuasaan. Aliansi yang baru terbentuk ini kemudian melakukan ekspansi kekuasaan dengan menaklukan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, seperti Garassi, Katingang, Parigi, Suppa, Sidenreng, Lembangang, Bulukumba, Selayar, dan termasuk juga kerajaan Siang. Dengan dikuasainya daerah-daerah tersebut, ditambah dengan diikatnya kerajaan kuat seperti Maros, Polembangkaeng, Salumeko, Bone, dan Luwu dalam sebuah perjanjian persahabatan menjadikan dikukuhkannya Gowa-Tallo sebagai pemimpin kerajaan serikat yang tangguh sekaligus kekuatan yang mendominasi semenanjung barat daya Sulawesi.

Politik ekspansif ini berkatan dengan upaya kerajaan Makassar untuk memajukan bandar niaganya sekaligus melenyapkan bandar-bandar niaga lain di wilayah Sulawesi. Tindakan-tindakan represif yang terutama ditujukan pada kerajaan-kerajaan pesisir yang berorientasikan pada perdagangan maritim. Hal itu secara tidak langsung menjadikan pedagang-pedagang yang sebelumnya menjadikan Siang, Suppa, Bacukiki, Sidenreng, dan lainnya mengalihkan kegiatan mereka ke bandar niaga Makassar yang ketika itu berpusat di Somba Opu.

Pada masa pemerintahan Tumapari’si Kallonna, terjadi sebuah dinamika baru dalam sejarah kerajaan Makassar, yaitu perubahan fundamental dari karaktersitik agrarian kingdom menuju ke maritime kingdom. Perubahan fundamental ini dapat dilihat dalam 3 faktor, yaitu pertama, pemindahan ibukota kerajaan dari wilayah pedalaman Tamalate-Sungguminasa ke wilayah pesisir dekat muara sungai Janeberang, Somba Opu. Kedua, Tumapari’si Kallonna mengembangkan tradisi bahari dengan menjadikan Somba Opu sebagai bandar niaga utama kerajaan. Ketiga, diadakannya restrukturisasi jabatan dalam birokrasi kerajaan, yaitu mengangkat seorang syahbandar.
Previous
Next Post »